Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta ke pengadilan. Keduanya ialah terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011 2016. "Jaksa KPK Meyer Volmar Simanjuntak telah selesai melimpahkan berkas perkara berikut surat dakwaan dari terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa dan terdakwa Johny Rynhard Kasman ke Pengadilan Tipikor pada PN Ambon," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (11/6/2022).
Ali mengatakan penahanan kedua terdakwa beralih menjadi kewenangan Pengadilan Tipikor. "Tim jaksa masih menunggu dari kepaniteraan pidana khusus Pengadilan Tipikor untuk penetapan penunjukkan majelis hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan," katanya. Tagop dan Johny akan didakwa dengan Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 12B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
KPK menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011 2016. Sebagai penerima suap, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta; sedangkan sebagai pemberi suap, yakni Ivana Kwelju (IK) selaku Direktur PT Vidi Citra Kencana (VCK). Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop, yang saat itu menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011 2016 dan 2016 2021, diduga telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan sejak awal menjabat.
Atensi dan intervensi Tagop tersebut antara lain mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar serta nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek. Kemudian, Tagop juga merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung. KPK menduga dalam menentukan rekanan tersebut, Tagop meminta sejumlah uang sebagai bentuk fee bernilai 7 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK), besaran fee nya antara 7 10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan. Proyek proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar serta peningkatan jalan ruas Waemulang Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar. Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya, Johny, untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank milik Johny. Selanjutnya, uang itu kemudian ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK menduga sebagian dari nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana, karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.